Dinegara-negara maju dengan makin majunya ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat menyebabkan menurunnya angka kematian ibu dan usia harapan hidup yang makin meningkat, sedangkan dinegara berkembang, tingginya pertumbuhan penduduk ini akan mempengaruhi kemajuan ekonomi dan menimbulkan berbagai masalah sosial dan masalah kesehatan. Didunia diperkirakan terdapat 910.000 kehamilan perhari, dimana 50% merupakan kehamilan tidak direncanakan, sedangkan 25% merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut WHO (1992) terdapat 150.000 kehamilan yang diakhiri dengan tindakan aborsi , dimana 500 diantaranya berakhir dengan kematian ibu.
Oleh karena itu WHO telah membuat suatu program kesehatan reproduksi, para ahli menyadari adanya fakta untuk memiliki keturunan, tetapi juga untuk mengatur dan merencanakan keturunan. Karena itu program Keluarga Berencana masih menjadi ujung tombak dari keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan, dimana Kontrasepsi untuk wanita dan pria merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan kesehatan reproduksi yang baik.
Karena itu dengan makin banyaknya penelitian-penelitian mengenai alat-alat kontrasepsi, maka makin banyaknya pilihan-pilihan alat-alat kontrasepsi yang bisa digunakan baik oleh laki-laki maupun wanita serta diharapkan risiko dari pemakaian alat-alat kontrasepsi dapat dihindari atau bahkan dikurangi.
Kontrasepsi untuk para wanita telah lama dikenal dan dipakai secara luas seperti yang mengandung hormon (pil, suntik, implant), spiral / IUD sampai dengan kontrasepsi mantap / steril (tubektomi) dan karena masalah jender maka para pria enggan/ tidak mau untuk melakukan KB. Data di dunia mengenai akseptabilitas KB pria kurang lebih hanya 25%, dengan berbagai metode yang tersedia saat ini yaitu : kondom 7%, vasektomi (memotong saluran sperma)7%, pantang berkala / sanggama terputus 13%, sedangkan data di Indonesia akseptabilitasnya sangat rendah yaitu menunjukkan kurang dari 10%. Kontrasepsi dengan cara vasektomi telah dikembangkan dengan berbagai macam modifikasi dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan menghindari konotasi dengan tindakan operasi, misalnya VTP (Vasektomi Tanpa Pisau). Tetapi metode ini tidak popular di masyarakat oleh karena adanya keraguan akan dampaknya terhadap kesehatan pria, serta faktor budaya dan sosial yang sebenarnya tidak beralasan.
Konperensi Internasional mengenai kependudukan dan perkembangan (ICPD) di Kairo Mesir tahun 1994 menyerukan untuk meningkatkan partisipasi dan berbagi tanggung jawab dari pria dalam melaksanakan Keluarga Berencana. Pada umumnya para pria ingin berpartisipasi dalam melaksanakan Keluarga Berencana, tetapi mereka ingin agar kontrasepsi untuk pria tersebut memenuhi persyaratan :
Oleh karena itu WHO telah membuat suatu program kesehatan reproduksi, para ahli menyadari adanya fakta untuk memiliki keturunan, tetapi juga untuk mengatur dan merencanakan keturunan. Karena itu program Keluarga Berencana masih menjadi ujung tombak dari keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan, dimana Kontrasepsi untuk wanita dan pria merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan kesehatan reproduksi yang baik.
Karena itu dengan makin banyaknya penelitian-penelitian mengenai alat-alat kontrasepsi, maka makin banyaknya pilihan-pilihan alat-alat kontrasepsi yang bisa digunakan baik oleh laki-laki maupun wanita serta diharapkan risiko dari pemakaian alat-alat kontrasepsi dapat dihindari atau bahkan dikurangi.
Kontrasepsi untuk para wanita telah lama dikenal dan dipakai secara luas seperti yang mengandung hormon (pil, suntik, implant), spiral / IUD sampai dengan kontrasepsi mantap / steril (tubektomi) dan karena masalah jender maka para pria enggan/ tidak mau untuk melakukan KB. Data di dunia mengenai akseptabilitas KB pria kurang lebih hanya 25%, dengan berbagai metode yang tersedia saat ini yaitu : kondom 7%, vasektomi (memotong saluran sperma)7%, pantang berkala / sanggama terputus 13%, sedangkan data di Indonesia akseptabilitasnya sangat rendah yaitu menunjukkan kurang dari 10%. Kontrasepsi dengan cara vasektomi telah dikembangkan dengan berbagai macam modifikasi dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan menghindari konotasi dengan tindakan operasi, misalnya VTP (Vasektomi Tanpa Pisau). Tetapi metode ini tidak popular di masyarakat oleh karena adanya keraguan akan dampaknya terhadap kesehatan pria, serta faktor budaya dan sosial yang sebenarnya tidak beralasan.
Konperensi Internasional mengenai kependudukan dan perkembangan (ICPD) di Kairo Mesir tahun 1994 menyerukan untuk meningkatkan partisipasi dan berbagi tanggung jawab dari pria dalam melaksanakan Keluarga Berencana. Pada umumnya para pria ingin berpartisipasi dalam melaksanakan Keluarga Berencana, tetapi mereka ingin agar kontrasepsi untuk pria tersebut memenuhi persyaratan :
- Sama efektifnya dengan kb pada wanita
- Dapat diterima oleh pasangan suami isteri
- Efektifitas dapat tercapai
- Bebas efek samping, tidak mempengaruhi libido dan potensi seksual
- Mudah didapat dan terjangkau secara ekonomi
Karena hal tersebut diatas maka kini dalam tahap penelitian pengembangan penggunaan hormonal sebagai kontrasepsi pria yang difokuskan pada pemberian preparat hormon dengan tujuan menekan hormon yang dihasilkan di bagian otak yaitu hipofisis sehingga dapat menyebabkan pengurangan dan penghambatan produksi sperma dalam buah zakar (testis). Hormon yang dipakai adalah hormon androgen atau kombinasi hormon androgen dan hormon progesteron yang mempunyai masa kerja yang lama (long acting) yang dapat diberikan secara oral, suntikan, ditempel ke kulit dan ditanam dibawah kulit (implant). Menurut WHO penggunaaan hormon androgen sebagai kontrasepsi dapat membuat keadaan tidak ada sperma pada air mani laki-laki (azoospermia) sebanyak 91 % pada etnis Cina dan 60% pada etnis Kaukasian, sedangkan apabila pemakaian gabungan kedua hormon androgen dan hormon progesteron dapat menyebabkan azoospermia 100% pada laki-laki Indonesia. Tapi yang menjadi kendala bahwa masih mahalnya harga yang dapat dijangkau untuk pemakaian kontrasepsi hormonal pada pria terutama untuk dinegara-negara berkembang. Karena itu diharapkan di masa mendatang para pria dapat berpartisipasi dalam mensukseskan program keluarga Berencana sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu khusunya di Indonesia.