Rabu, 01 April 2009

Kontrasepsi Hormonal Pada Pria

Dinegara-negara maju dengan makin majunya ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat menyebabkan menurunnya angka kematian ibu dan usia harapan hidup yang makin meningkat, sedangkan dinegara berkembang, tingginya pertumbuhan penduduk ini akan mempengaruhi kemajuan ekonomi dan menimbulkan berbagai masalah sosial dan masalah kesehatan. Didunia diperkirakan terdapat 910.000 kehamilan perhari, dimana 50% merupakan kehamilan tidak direncanakan, sedangkan 25% merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut WHO (1992) terdapat 150.000 kehamilan yang diakhiri dengan tindakan aborsi , dimana 500 diantaranya berakhir dengan kematian ibu.
Oleh karena itu WHO telah membuat suatu program kesehatan reproduksi, para ahli menyadari adanya fakta untuk memiliki keturunan, tetapi juga untuk mengatur dan merencanakan keturunan. Karena itu program Keluarga Berencana masih menjadi ujung tombak dari keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan, dimana Kontrasepsi untuk wanita dan pria merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan kesehatan reproduksi yang baik.
Karena itu dengan makin banyaknya penelitian-penelitian mengenai alat-alat kontrasepsi, maka makin banyaknya pilihan-pilihan alat-alat kontrasepsi yang bisa digunakan baik oleh laki-laki maupun wanita serta diharapkan risiko dari pemakaian alat-alat kontrasepsi dapat dihindari atau bahkan dikurangi.
Kontrasepsi untuk para wanita telah lama dikenal dan dipakai secara luas seperti yang mengandung hormon (pil, suntik, implant), spiral / IUD sampai dengan kontrasepsi mantap / steril (tubektomi) dan karena masalah jender maka para pria enggan/ tidak mau untuk melakukan KB. Data di dunia mengenai akseptabilitas KB pria kurang lebih hanya 25%, dengan berbagai metode yang tersedia saat ini yaitu : kondom 7%, vasektomi (memotong saluran sperma)7%, pantang berkala / sanggama terputus 13%, sedangkan data di Indonesia akseptabilitasnya sangat rendah yaitu menunjukkan kurang dari 10%. Kontrasepsi dengan cara vasektomi telah dikembangkan dengan berbagai macam modifikasi dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan menghindari konotasi dengan tindakan operasi, misalnya VTP (Vasektomi Tanpa Pisau). Tetapi metode ini tidak popular di masyarakat oleh karena adanya keraguan akan dampaknya terhadap kesehatan pria, serta faktor budaya dan sosial yang sebenarnya tidak beralasan.
Konperensi Internasional mengenai kependudukan dan perkembangan (ICPD) di Kairo Mesir tahun 1994 menyerukan untuk meningkatkan partisipasi dan berbagi tanggung jawab dari pria dalam melaksanakan Keluarga Berencana. Pada umumnya para pria ingin berpartisipasi dalam melaksanakan Keluarga Berencana, tetapi mereka ingin agar kontrasepsi untuk pria tersebut memenuhi persyaratan :
  1. Sama efektifnya dengan kb pada wanita
  2. Dapat diterima oleh pasangan suami isteri
  3. Efektifitas dapat tercapai
  4. Bebas efek samping, tidak mempengaruhi libido dan potensi seksual
  5. Mudah didapat dan terjangkau secara ekonomi
    Karena hal tersebut diatas maka kini dalam tahap penelitian pengembangan penggunaan hormonal sebagai kontrasepsi pria yang difokuskan pada pemberian preparat hormon dengan tujuan menekan hormon yang dihasilkan di bagian otak yaitu hipofisis sehingga dapat menyebabkan pengurangan dan penghambatan produksi sperma dalam buah zakar (testis). Hormon yang dipakai adalah hormon androgen atau kombinasi hormon androgen dan hormon progesteron yang mempunyai masa kerja yang lama (long acting) yang dapat diberikan secara oral, suntikan, ditempel ke kulit dan ditanam dibawah kulit (implant). Menurut WHO penggunaaan hormon androgen sebagai kontrasepsi dapat membuat keadaan tidak ada sperma pada air mani laki-laki (azoospermia) sebanyak 91 % pada etnis Cina dan 60% pada etnis Kaukasian, sedangkan apabila pemakaian gabungan kedua hormon androgen dan hormon progesteron dapat menyebabkan azoospermia 100% pada laki-laki Indonesia. Tapi yang menjadi kendala bahwa masih mahalnya harga yang dapat dijangkau untuk pemakaian kontrasepsi hormonal pada pria terutama untuk dinegara-negara berkembang. Karena itu diharapkan di masa mendatang para pria dapat berpartisipasi dalam mensukseskan program keluarga Berencana sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu khusunya di Indonesia.



Apa Anda Tahu Laki-Laki Juga Mengalami Menopause


Penuaan adalah suatu kondisi biologik yang normal terjadi pada setiap manusia baik laki-laki maupun wanita. Dengan adanya keberhasilan pembangunan nasional pada umumnya termasuk pembangunan bidang kesehatan pada khususnya, telah menyebabkan terjadinya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat yang antara lain terlihat dengan makin meningkatnya umur harapan hidup (UHH) di Indonesia. Data tahun 1980 menunjukkan UHH perempuan 54 tahun dan laki-laki 50,9 tahun, tetapi pada tahun 2002 UHH tertinggi diperkirakan 74,17 tahun di propinsi DI Yogyakarta dan terendah di Nusa Tenggara Barat 63, 88 tahun.
Pada laki-laki yang mengalami proses penuaan ini karena pengaruh berbagai macam faktor yang juga sering dialami wanita menopause. Para ilmuwan sejak tahun 1940 menamai kumpulan gejala, tanda, dan keluhan tersebut dengan nama andropause/ADAM (Androgen deficiency in Aging Male) / PADAM ( Partial Androgen Deficiency in Aging Male). Istilah andropause memang masih merupakan sesuatu yang sering diperdebatkan. Istilah ini diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti laki-laki dan pause yang berarti penghentian atau stop. Sehingga artinya akan menjadi suatu peristiwa yang dialami oleh laki-laki, berupa terhentinya atau berkurangnya fungsi fisiologis akibat berkurangnya atau menurunnya produksi hormon serta faktor-faktor yang dimiliki oleh laki-laki. Pada laki-laki istilah andropause masih merupakan sesuatu hal yang baru dan belum terbiasa didengar, bahkan sebagian orang meragukan adanya keluhan yang timbul berkaitan dengan penurunan fungsi hormon androgen pada laki-laki berusia diatas 55 tahun. Namun beberapa peneliti telah mendapatkan bahwa penurunan fungsi hormon testosteron pada laki-laki berusia diatas 55 tahun akan memberikan gejala sindroma andropause, dimana gejala yang dominan antara lain berkurangnya keinginan seksual (libido), penurunan potensi seksual (terutama kemampuan ereksi), mudah lelah, kurang energi, lesu, gangguan tidur, dsbnya.
Data di negara barat menyebutkan bahwa sindroma ini terjadi pada sekitar 15% pria berumur 40-60 tahun atau bahkan dimulai
sekitar umur tigapuluhan (< 5%). Perubahan kadar hormon androgen yang terjadi pada laki-laki di usia lanjut tersebut sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain dan biasanya tidak sampai menimbulkan gejala penekanan yang berat. Pada beberapa laki-laki sehat usia lanjut memang terbukti adanya kegagalan buah zakar (testis) primer yang diperlihatkan dengan adanya penurunan produksi sperma sehari-hari, penurunan kadar hormon testosteron total dan testosteron bebas. Hanya sebagian kecil laki-laki sehat usia lanjut yang memperlihatkan kegagalan buah zakar (testis) dengan jelas, dengan gambaran klinis sindroma andropause yang nyata disertai dengan kadar hormon testosteron total dibawah nilai normal.
Pasien dengan gejala tersebut diatas bila tidak ada kontraindikasi dapat diberikan substitusi hormon testosteron. Tetapi dalam praktek sehari-hari kita lebih sering berhadapan dengan pasien laki-laki usia lanjut yang mempunyai kadar hormon testosteron sedikit menurun dengan gejala klinis yang tidak khas seperti : disfungsi ereksi, penurunan libido, kelemahan otot. Disini kita masih ragu dalam memberikan terapi substitusi hormon pengganti mengingat belum ada bukti yang cukup.
Sejalan dengan proses menua, laki-laki usia lanjut juga memperlihatkan penurunan masa tulang dan otot beserta kekuatannya. Penurunan masa densitas tulang tersebut merupakan predisposisi bagi laki-laki usia lanjut untuk menderita osteoporosis dan patah tulang (fraktur). Selain itu pada proses menua terjadi perubahan distribusi lemak tubuh dari perifer ke sentral serta terjadinya peningkatan prevalensi BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia) atau pembesaran kelenjar prostat jinak yang disertai keluhan-keluhan saluran kencing bagian bawah. Data di Indonesia mengenai andropause belum ada tetapi diduga faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya andropause ini lebih banyak (termasuk lingkungan, stres, makanan, temperatur, dll) maka sangat mungkin sindroma andropause ini lebih banyak di Indonesia dibanding negara Barat.
Terdapat sepuluh kriteria yang dibuat oleh bagian Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas St. Louis atau disebut sebagai kriteria ADAM (androgen deficiency in aging men), yang dapat dipergunakan untuk menilai apakah seseorang sudah menderita andropause atau belum, yaitu :
1. Penurunan keinginan seksual (libido)
2. Kekurangan energi atau tenaga
3. Penurunan kekuatan atau ketahanan otot
4. Penurunan tinggi badan
5. Berkurangnya ”kenyamanan dan kesenangan” hidup
6. Sedih dan atau sering marah tanpa sebab yang jelas
7. Berkurangnya kemampuan ereksi
8. Kemunduran kemampuan olahraga
9. Tertidur setelah makan malam
10. Penurunan kemampuan bekerja
Bila menjawab ya untuk pertanyaan 1 dan 7, maka ada kemungkinan menderita andropause /ADAM atau bila menjawab ya untuk empat pertanyaan atau lebih, selain pertanyaan 1 dan 7, juga dinyatakan positif dan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan hormonal. Kuesioner ini telah diujicobakan pada 316 laki-laki berusia 40-62 tahun dan dikorelasikan dengan kadar testosteron bioactive serum dan mempunyai sensitivitas 88% dan spesifisitas 60%. Perlu juga diingat bahwa biasanya pada usia lanjut, terdapat penyakit penyerta lain seperti kencing manis (diabetes melitus), hipertensi, obesitas (kegemukan), dislipidemia (peningkatan kadar lemak darah), hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat darah), stroke, penyakit jantung koroner, patah tulang (osteoporosis). Semua ini tentu saja membutuhkan penatalaksanaan klinis tersendiri.
Telah banyak dilakukan penelitian terhadap terapi hormonal untuk mengatasi keluhan andropause pada laki-laki. Obat yang diberikan adalah hormon androgen untuk dapat memperbaiki keluhan-keluhan psikologis yang timbul pada laki-laki di usia andropause. Androgen juga dapat memperbaiki kemampuan seksual dari laki-laki tersebut dan sekaligus mencegah terjadinya penyakit jantung koroner dan keropos tulang. Sebelum mendapat terapi androgen tentu saja dibutuhkan suatu penapisan lebih dahulu, apakah betul betul sudah memerlukan tambahan hormon androgen atau belum yaitu dengan terlebih dahulu memeriksa kadar hormon testosteron darah. Karena beberapa orang ketakutan terhadap terapi hormonal androgen pada laki-laki karena adanya kemungkinan timbulnya kanker prostat. Untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan deteksi dini dengan pemeriksaan kadar Prostate Specific Antigen (PSA) dan perabaan melalui dubur (rectal examination) oleh dokter. Selain terapi hormonal androgen juga dibutuhkan pemberian multivitamin, seperti vitamin B,C, dan E dimana bermanfaat sebagai antioksidan, juga vitamin D3 yang dapat berperan terhadap pencegahan osteoporosis. Jangan lupa pemberian kalsium dengan dosis 800-1000 mg per hari dimana untuk pencegahan osteoporosis. Karena itu berkonsultasilah dengan dokter anda untuk mengetahui apakah yang anda alami sudah mengalami sindroma andropause atau belum.