Rabu, 03 April 2013

Intracytoplasmic Morphologically selected Sperm Injection

 
Intracytoplasmic Morphologically Selected Sperm Injection
Salah Satu Teknik Baru Untuk Kegagalan IVF Berulang

Infertilitas adalah pasangan yang mengalami kegagalan mendapatkan suatu konsepsi sesudah melakukan hubungan seksual yang teratur selama 12 bulan tanpa menggunakan kontrasepsi.  Dari penyebab infertilitas tersebut 20% adalah disebabkan oleh faktor pria yaitu tentu saja ada masalah sperma.  Sperma  yang normal terdiri dari  tiga bagian yaitu : kepala, leher , dan bagian ekor. Apabila ada kelainan dari salah satu bagian tersebut maka akan membuat kondisi sperma tersebut menjadi tidak normal. Maka untuk menganalisis sperma perlu dilihat parameter jumlah, motilitas (pergerakan sperma) dan morfologi (bentuk sperma).  Menurut standar WHO 2010 sperma yang normal bila jumlahnya  ≥ 15 juta /ml atau ≥ 39 juta /ejakulasi, dengan motilitas (A+B) ≥ 40% dan morfologi normal ≥  4%.
 

Didasarkan pada pemilihan morfologi sperma yang bergerak, maka ditemukan prosedur ICSI (intacytoplasmic sperm injection) yang menjadi terapi yang efektif bagi infertilitas pria. ICSI adalah suatu prosedur yang paling umum digunakan dengan masalah infertilitas pada laki-laki, dimana satu sperma diinjeksi langsung kedalam oosit/sel telur untuk mencapai fertilisasi. Telur yang terfertilisasi kemudian diamati melalui sejumlah pembelahan sebelum ditransfer kembali kedalam rahim wanita. Keberhasilan ICSI sangat tergantung dari beberapa faktor seperti usia sel telur, kemampuan tenaga medis melakukan ICSI dan terpenting kualitas dari satu sperma.. Morfologi sperma, terutama bagian kepala berisi nukleus/inti sel yang digunakan untuk memilih sperma yang terbaik untuk diinjeksikan. Sebagai contoh  sperma dengan kelainan kepala yang sangat berat seperti berbentuk pin, amorph, meruncing, bulat, dan multinukleasi dapat mengurangi angka implantasi dan reproduksi dan sebaiknya tidak diinjeksikan. Mikroinjeksi sperma kedalam oosit dengan pemilihan sperma yang mempunyai morfologi bentuk nukleus yang normal dan akan menghasilkan angka kehamilan yang tinggi secara bermakna dibandingkan hanya konventional IVF.

Melakukan evaluasi morfologi sperma mempunyai peranan diagnostik yang sangat penting bagi para embriologis untuk dapat memilih sperma yang motile/bergerak. Penampakan sperma yang normal yang diinjeksikan kedalam oosit dibawah mikroskop dengan pembesaran 200/400x  belum menjamin bahwa sperma tersebut secara morfologi normal. Sperma yang tampak permukaaannya normal pada pembesaran rendah mungkin dapat mempunyai kelainan organel halus didalam kepala sperma  atau permukaan sperma yang dapat mencegah fertilisasi. Dan hal ini memerlukan pembesaran paling sedikit 6000x. 

Bukti penelitian yang dilakukan Miller 2001, De Vost 2003 mengatakan bahwa sperma yang dilakukan ICSI sedikitnya mengandung 30-40% nukleus yang terdapat vakuole. Sperma dengan vakuole ini pada awalnya akan mengalami fertilisasi yang normal, perkembangan kualitas embrio yang sempurna dan dapat implantasi, tetapi ketahanan embrio pada stadium selanjutnya adalah berkurang ( rendahnya kehamilan dan tingginya angka keguguran).
Metode baru dengan menggunakan teknik pembesaran 6000 x untuk memeriksa morfologi sperma yang disebut (motile sperm organellar morphology examination, MSOME) telah dipublikasi oleh Bartoov tahun 2002 dan telah menunjukan hubungan yang positif dan bermakna antara morfologi spermatozoa yang normal dan angka fertilisasi setelah ICSI. Bartoov menggunakan  kriteria MSOME untuk memilih satu spermatozoa yang motile dengan teknik yang disebut intracytoplasmic morphologically selected sperm injection, IMSI pada pasien dengan paling sedikit terdapat kegagalan IVF berulang. Pasien yang menjalani prosedur IMSI mendapatkan angka kehamilan yang meningkat secara bermakna dan menurunnya angka keguguran. 

Teknik IMSI ini  sangat direkomendasikan bagi pasien yang mengalami kegagalan IVF berulang (lebih dari dua kali), hamil dan mengalami keguguran berulang, atau dengan kondisi sperma yang sangat jelek seperti oligoasthenoteratozoospermia berat, kasus cryptozoospermia, atau azoospermia non obstruktif.
Penelitian  yang dilakukan oleh monica Antinori dari Roma tahun 2008 pada kasus dengan prognosis kehamilan yang jelek dengan kegagalan IVF lebih dari 2 kali tampak bahwa angka kehamilan lebih tinggi pada pasien yang dilakukan IMSI 29,9% berbanding 12,9% pada yang dilakukan ICSI, p=0,017 dan angka keguguran lebih rendah pada IMSI 17,4% berbanding 37,5% pada ICSI.

                              Tabel 1. Perbandingan angka kehamilan dan keguguran antara grup ICSI dan IMSI pada  
                                              pasien dengan kegagalan IVF berulang
                                                           Dikutip : www.rbmonline.com/Article/3069, 2007

Penelitian lain dilakukan oleh Edson Borges, Brazil 2010 dengan meta-analisis menyatakan tidak ada perbedaan bermakna dalam angka fertilisasi antara grup ICSI dan IMSI, namun angka kehamilan dan implantasi adalah 3 kali lebih tinggi pada IMSI dibandingkan ICSI, juga angka keguguran 40% lebih rendah pada IMSI dibandingkan ICSI. Majalah The Times mengatakan ulasan tentang IMSI bahwa pemeriksaan sperma dibawah pemeriksaan dengan prosedur IMSI mempunyai lima kali kekuatan daripada pemeriksaan mikroskop yang standar yaitu sperma yang terlihat terbaik yang diinjeksikan kedalam sel telur. 

Dan memang prosedur IMSI ini memerlukan peralatan dan pelatihan yang khusus. Walaupun begitu Morula IVF Jakarta sudah menerapkan prosedur IMSI ini dan sebagai yang pertama di Indonesia. Semoga dengan metode ini diharapkan dapat memperbaiki angka kehamilan terutama bagi pasangan dengan masalah sperma yang sangat berat dan mempunyai prognosis yang buruk. Hasil ini menawarkan suatu perspektif baru untuk perbaikan teknik reproduksi berbantu dimasa depan. 

Penulis:
dr. Arie A. Polim, SpOG (K)
Staf Pengajar FK Atmajaya Jakarta
Praktisi Medis Morula IVF Jakarta

Tidak ada komentar: