Intracytoplasmic Morphologically Selected
Sperm Injection
Salah
Satu Teknik Baru Untuk Kegagalan IVF Berulang
Infertilitas adalah pasangan yang mengalami kegagalan mendapatkan suatu
konsepsi sesudah melakukan hubungan seksual yang teratur selama 12 bulan tanpa menggunakan
kontrasepsi. Dari penyebab infertilitas
tersebut 20% adalah disebabkan oleh faktor pria yaitu tentu saja ada masalah sperma.
Sperma
yang normal terdiri dari tiga
bagian yaitu : kepala, leher , dan bagian ekor. Apabila ada kelainan dari salah
satu bagian tersebut maka akan membuat kondisi sperma tersebut menjadi tidak
normal. Maka untuk menganalisis sperma perlu dilihat parameter jumlah,
motilitas (pergerakan sperma) dan morfologi (bentuk sperma). Menurut standar WHO 2010 sperma yang normal
bila jumlahnya ≥ 15 juta /ml atau ≥ 39 juta /ejakulasi, dengan
motilitas (A+B) ≥ 40% dan morfologi normal ≥
4%.
Didasarkan pada pemilihan morfologi sperma yang bergerak, maka ditemukan prosedur
ICSI (intacytoplasmic sperm injection)
yang menjadi terapi yang efektif bagi infertilitas pria. ICSI adalah suatu
prosedur yang paling umum digunakan dengan masalah infertilitas pada laki-laki,
dimana satu sperma diinjeksi langsung kedalam oosit/sel telur untuk mencapai
fertilisasi. Telur yang terfertilisasi kemudian diamati melalui sejumlah
pembelahan sebelum ditransfer kembali kedalam rahim wanita. Keberhasilan ICSI
sangat tergantung dari beberapa faktor seperti usia sel telur, kemampuan tenaga
medis melakukan ICSI dan terpenting kualitas dari satu sperma.. Morfologi
sperma, terutama bagian kepala berisi nukleus/inti sel yang digunakan untuk memilih
sperma yang terbaik untuk diinjeksikan. Sebagai contoh sperma dengan kelainan kepala yang sangat
berat seperti berbentuk pin, amorph, meruncing, bulat, dan multinukleasi dapat
mengurangi angka implantasi dan reproduksi dan sebaiknya tidak diinjeksikan. Mikroinjeksi
sperma kedalam oosit dengan pemilihan sperma yang mempunyai morfologi bentuk
nukleus yang normal dan akan menghasilkan angka kehamilan yang tinggi secara
bermakna dibandingkan hanya konventional IVF.
Melakukan evaluasi morfologi sperma mempunyai peranan diagnostik yang
sangat penting bagi para embriologis untuk dapat memilih sperma yang
motile/bergerak. Penampakan sperma yang normal yang diinjeksikan kedalam oosit
dibawah mikroskop dengan pembesaran 200/400x
belum menjamin bahwa sperma tersebut secara morfologi normal. Sperma
yang tampak permukaaannya normal pada pembesaran rendah mungkin dapat mempunyai
kelainan organel halus didalam kepala sperma
atau permukaan sperma yang dapat mencegah fertilisasi. Dan hal ini
memerlukan pembesaran paling sedikit 6000x.
Bukti penelitian yang dilakukan Miller 2001, De Vost 2003 mengatakan
bahwa sperma yang dilakukan ICSI sedikitnya mengandung 30-40% nukleus yang
terdapat vakuole. Sperma dengan vakuole ini pada awalnya akan mengalami
fertilisasi yang normal, perkembangan kualitas embrio yang sempurna dan dapat
implantasi, tetapi ketahanan embrio pada stadium selanjutnya adalah berkurang (
rendahnya kehamilan dan tingginya angka keguguran).
Metode baru
dengan menggunakan teknik pembesaran 6000 x untuk memeriksa morfologi sperma
yang disebut (motile sperm organellar
morphology examination, MSOME) telah dipublikasi oleh Bartoov tahun 2002 dan
telah menunjukan hubungan yang positif dan bermakna antara morfologi
spermatozoa yang normal dan angka fertilisasi setelah ICSI. Bartoov
menggunakan kriteria MSOME untuk memilih
satu spermatozoa yang motile dengan teknik yang disebut intracytoplasmic morphologically selected sperm injection, IMSI
pada pasien dengan paling sedikit terdapat kegagalan IVF berulang. Pasien yang
menjalani prosedur IMSI mendapatkan angka kehamilan yang meningkat secara bermakna
dan menurunnya angka keguguran.
Teknik IMSI
ini sangat direkomendasikan bagi pasien
yang mengalami kegagalan IVF berulang (lebih dari dua kali), hamil dan
mengalami keguguran berulang, atau dengan kondisi sperma yang sangat jelek
seperti oligoasthenoteratozoospermia berat, kasus cryptozoospermia, atau
azoospermia non obstruktif.
Penelitian yang dilakukan oleh
monica Antinori dari Roma tahun 2008 pada kasus dengan prognosis kehamilan yang
jelek dengan kegagalan IVF lebih dari 2 kali tampak bahwa angka kehamilan lebih
tinggi pada pasien yang dilakukan IMSI 29,9% berbanding 12,9% pada yang dilakukan
ICSI, p=0,017 dan angka keguguran lebih rendah pada IMSI 17,4% berbanding 37,5%
pada ICSI.
Tabel 1.
Perbandingan angka kehamilan dan keguguran antara grup ICSI dan IMSI pada
pasien dengan kegagalan IVF berulang
Penelitian
lain dilakukan oleh Edson Borges, Brazil 2010 dengan meta-analisis menyatakan
tidak ada perbedaan bermakna dalam angka fertilisasi antara grup ICSI dan IMSI,
namun angka kehamilan dan implantasi adalah 3 kali lebih tinggi pada IMSI
dibandingkan ICSI, juga angka keguguran 40% lebih rendah pada IMSI dibandingkan
ICSI. Majalah The Times mengatakan ulasan tentang IMSI bahwa pemeriksaan sperma
dibawah pemeriksaan dengan prosedur IMSI mempunyai lima kali kekuatan daripada
pemeriksaan mikroskop yang standar yaitu sperma yang terlihat terbaik yang
diinjeksikan kedalam sel telur.
Dan memang
prosedur IMSI ini memerlukan peralatan dan pelatihan yang khusus. Walaupun
begitu Morula IVF Jakarta sudah menerapkan prosedur IMSI ini dan sebagai yang
pertama di Indonesia. Semoga dengan metode ini diharapkan dapat memperbaiki
angka kehamilan terutama bagi pasangan dengan masalah sperma yang sangat berat
dan mempunyai prognosis yang buruk. Hasil ini menawarkan suatu perspektif baru
untuk perbaikan teknik reproduksi berbantu dimasa depan.
Penulis:
dr. Arie
A. Polim, SpOG (K)
Staf Pengajar
FK Atmajaya Jakarta
Praktisi
Medis Morula IVF Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar